APD Modern Saja Tidak Cukup: UU No. 1/1970 & Pentingnya Monitoring Lingkungan Tambang
Banyak pekerja tambang mengeluhkan berbagai masalah kesehatan seperti batuk berkepanjangan, sesak napas, iritasi kulit, bahkan keracunan logam berat meskipun sudah menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap dan modern. Kondisi ini sering dianggap sebagai “risiko pekerjaan” yang tidak bisa dihindari atau akibat faktor usia dan kebiasaan merokok. Namun sebenarnya, keselamatan dan kesehatan kerja memiliki landasan hukum yang kuat dan wajib diterapkan oleh perusahaan.
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 menyatakan dengan jelas:
“Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan, mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, mencegah dan mengurangi bahaya peledakan, memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya, memberi pertolongan pada kecelakaan, memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja, mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.“
Dengan demikian, APD modern saja tidak cukup untuk melindungi pekerja jika tidak disertai dengan pengendalian bahaya di sumber dan penerapan sistem K3 yang komprehensif.
Apa Itu Bahaya Toksikologi dalam Pertambangan?
Bahaya toksikologi dalam pertambangan adalah risiko keracunan akibat paparan bahan-bahan berbahaya yang dihasilkan atau digunakan dalam proses penambangan. Pekerja tambang merupakan kelompok yang paling berisiko karena paparan langsung, intensif, dan dalam jangka waktu panjang.
Bahan berbahaya utama yang mengancam pekerja tambang:
Debu Mineral Berbahaya
Silika kristal: Menyebabkan silikosis dan kanker paru
Asbes: Karsinogenik, menyebabkan mesothelioma
Debu batubara: Menyebabkan pneumokoniosis (paru-paru hitam)
Logam Berat
Timbal (Pb): Merusak sistem saraf dan ginjal
Merkuri (Hg): Neurotoksik, merusak otak dan sistem saraf
Kadmium (Cd): Karsinogenik, merusak ginjal dan tulang
Arsenik (As): Karsinogenik, menyebabkan kanker kulit dan paru
Gas dan Uap Beracun
Karbon monoksida (CO): Menyebabkan keracunan fatal
Hidrogen sulfida (H₂S): Gas beracun dengan bau telur busuk
Sulfur dioksida (SO₂): Iritasi saluran pernapasan
Uap merkuri: Kerusakan sistem saraf permanen
Tingkatan Keracunan pada Pekerja Tambang
Berdasarkan waktu paparan dan tingkat keparahan, keracunan pekerja tambang dapat dikategorikan:
Keracunan Akut – Terjadi dalam shift kerja ( jam hingga hari)
Sumber: Makan/minum di area kerja tanpa cuci tangan
Proses: Partikel debu atau residu kimia termakan
Pencegahan: Fasilitas cuci tangan, area makan terpisah
Mengapa APD Saja Tidak Cukup Melindungi Pekerja?
Banyak pekerja menganggap sudah aman hanya dengan memakai helm, masker, dan sarung tangan. Namun perlindungan yang efektif memerlukan pendekatan menyeluruh:
Keterbatasan APD:
Kualitas tidak standar: APD murah sering tidak memenuhi standar proteksi
Cara pakai salah: Masker tidak pas, helm tidak dikencangkan
Perawatan buruk: APD kotor atau rusak justru menambah risiko
Tidak sesuai bahaya: Masker debu biasa untuk gas beracun
Dampak Keterbatasan APD:
False sense of security: Merasa aman padahal masih terpapar bahaya
Komplikasi kesehatan: Penyakit berkembang tanpa disadari
Biaya pengobatan tinggi: Penyakit okupasional sulit dan mahal Kehilangan mata pencaharian: Tidak bisa bekerja akibat sakit kronis
Sebuah studi oleh International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa 2,78 juta pekerja meninggal setiap tahun akibat penyakit dan kecelakaan kerja, dengan sektor pertambangan memiliki tingkat risiko tertinggi.
Prinsip Pengendalian Bahaya K3 Tambang Menurut Permenaker No. 5 Tahun 2018
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja menetapkan hierarki pengendalian bahaya yang harus diikuti:
Eliminasi (Menghilangkan Bahaya)
Mengganti metode kerja yang lebih aman
Menghindari penggunaan bahan kimia berbahaya
Otomatisasi proses berbahaya
Substitusi (Mengganti dengan yang Lebih Aman)
Mengganti bahan kimia beracun dengan yang lebih aman
Menggunakan peralatan dengan emisi rendah
Menerapkan teknologi ramah lingkungan
Engineering Control (Pengendalian Teknis)
Ventilasi udara: Sistem exhaust dan supply udara bersih
Isolasi sumber bahaya: Enklosur untuk proses berisiko
Pengendalian debu: Sistem penyemprotan air, dust collector
Administrative Control (Pengendalian Administratif)
Rotasi kerja: Mengurangi durasi paparan per pekerja
Pelatihan K3: Pemahaman bahaya dan cara pencegahan
Prosedur kerja: Standard Operating Procedure (SOP) yang aman
Monitoring kesehatan: Medical check-up berkala
Personal Protective Equipment (APD) – Langkah Terakhir
APD hanya efektif jika keempat langkah di atas sudah diterapkan optimal.
Jenis APD yang Tepat untuk Pekerja Tambang
APD bukanlah sekedar perlengkapan, tetapi sistem proteksi yang harus dipilih sesuai bahaya spesifik:
APD Pernapasan:
Dust mask: Untuk debu kasar non-toksik
N95/P2: Untuk debu halus dan partikel berbahaya
Half-face respirator: Untuk gas dan uap beracun
Full-face respirator: Untuk bahaya ekstrem
SCBA (Self Contained Breathing Apparatus): Untuk ruang terbatas
APD Mata dan Wajah:
Safety glasses: Perlindungan dasar dari partikel
Chemical goggles: Tahan percikan bahan kimia
Face shield: Perlindungan wajah dari percikan
APD Tangan:
Leather gloves: Perlindungan mekanis dasar
Chemical resistant gloves: Tahan bahan kimia spesifik
Cut-resistant gloves: Tahan sayatan dan goresan
APD Tubuh:
Coverall: Perlindungan dari debu dan percikan
Chemical suit: Tahan bahan kimia berbahaya
High-visibility clothing: Meningkatkan visibilitas
Sistem Monitoring Kesehatan Pekerja yang Efektif
Pemeriksaan kesehatan rutin harus dilakukan secara berkala dan spesifik sesuai risiko paparan:
Medical Check-up Berkala:
Pre-employment: Sebelum mulai bekerja
Periodic: Setiap 6-12 bulan tergantung risiko
Post-employment: Setelah berhenti bekerja
Parameter yang Harus Diperiksa:
Fungsi paru: Spirometry untuk deteksi pneumokoniosis
Biomarker logam berat: Kadar timbal, merkuri dalam darah/urin
Rontgen dada: Deteksi dini penyakit paru okupasional
Fungsi ginjal: Kreatinin, BUN untuk deteksi kerusakan ginjal
Biological Monitoring:
Kadar logam dalam darah: Indikator paparan terbaru
Kadar logam dalam urin: Indikator paparan kumulatif
Enzyme markers: Indikator kerusakan organ spesifik
Hak dan Kewajiban Pekerja Tambang dalam K3
Hak Pekerja (UU No. 1/1970 & UU No. 13/2003):
Mendapat APD gratis dari perusahaan sesuai standar
Lingkungan kerja aman dan sehat
Pelatihan K3 yang memadai
Pemeriksaan kesehatan berkala tanpa dipungut biaya
Menolak kerja jika kondisi tidak aman
Kompensasi jika sakit akibat kerja
Kewajiban Pekerja:
Menggunakan APD sesuai petunjuk
Mengikuti prosedur keselamatan kerja
Melaporkan kondisi tidak aman
Mengikuti pelatihan K3 yang diberikan
Memelihara APD dengan baik
Kapan Pekerja Harus Waspada dan Segera Memeriksakan Diri?
Gejala yang Perlu Diwaspadai:
Batuk persisten lebih dari 2 minggu
Sesak napas saat aktivitas ringan
Nyeri dada yang tidak biasa
Kelelahan ekstrem tanpa sebab jelas
Penurunan berat badan tanpa diet
Iritasi kulit yang tidak sembuh-sembuh
Kondisi Darurat yang Memerlukan Pertolongan Segera:
Sesak napas berat mendadak
Nyeri dada hebat
Pusing/pingsan di area kerja
Mual/muntah setelah paparan kimia
Luka bakar akibat bahan kimia
Yang Perlu Dilakukan Jika Merasa Terpapar Bahaya
Langkah Segera:
Evakuasi dari sumber bahaya
Dekontaminasi: Bilas mata/kulit dengan air bersih
Lapor supervisor tentang kejadian
Cari pertolongan medis jika ada gejala
Dokumentasi kejadian untuk investigasi
Langkah Lanjutan:
Pemeriksaan kesehatan menyeluruh
Follow-up medical secara berkala
Klaim BPJS Ketenagakerjaan jika perlu
Konsultasi hukum jika ada kelalaian perusahaan
Kesimpulan
Pemeriksaan kesehatan pekerja harus berjalan seiring dengan monitoring lingkungan kerja. Sesuai Permenaker No. 5 Tahun 2018, perusahaan wajib mengukur kadar debu silika, gas beracun, logam berat, serta faktor fisik seperti kebisingan dan getaran. Data ini menjadi dasar untuk merancang pengendalian teknis, prosedur kerja, hingga kebutuhan APD yang tepat.
Namun demikian, pengukuran tidak cukup bila dilakukan asal. Hasil monitoring hanya bisa diandalkan bila dikerjakan oleh tenaga yang kompeten dan tersertifikasi, misalnya melalui BNSP HIMU (Higiene Industri & Monitoring Udara) atau Kemnaker Ahli K3 Lingkungan Kerja. Dengan begitu, laporan pengukuran sah secara regulasi, dapat dipertanggungjawabkan, dan benar-benar melindungi pekerja.
Selain itu, keselamatan pekerja tambang tidak bisa hanya bergantung pada APD modern. APD adalah lapisan terakhir, sedangkan perlindungan utama harus datang dari sistem K3 yang komprehensif pengendalian bahaya dari sumbernya, monitoring yang valid, dan komitmen perusahaan menyediakan lingkungan kerja yang sehat. Apabila prinsip ini dijalankan sesuai UU No. 1 Tahun 1970, pekerja bisa bekerja produktif tanpa harus mengorbankan kesehatan jangka panjang mereka.
Tidak. APD hanyalah lapisan terakhir. Perlindungan utama harus berasal dari pengendalian bahaya di sumber, engineering control, prosedur kerja aman, dan monitoring lingkungan kerja.
Sering kali maskernya tidak sesuai jenis bahaya, kualitasnya rendah, atau dipakai dengan cara yang salah. Selain itu, tanpa sistem ventilasi dan kontrol debu yang baik, masker saja tidak mampu melindungi sepenuhnya.
Debu silika, debu batubara, logam berat (timbal, merkuri, arsenik, kadmium), serta gas beracun seperti karbon monoksida (CO) dan hidrogen sulfida (H₂S).
Monitoring harus dilakukan oleh tenaga kompeten dan bersertifikat, misalnya melalui BNSP HIMU (Higiene Industri & Monitoring Udara) atau Ahli K3 Lingkungan Kerja Kemnaker.
Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja. Keduanya mewajibkan perusahaan melakukan pencegahan bahaya secara menyeluruh, bukan hanya memberi APD.
Jika mengalami batuk lebih dari 2 minggu, sesak napas saat aktivitas ringan, nyeri dada, pusing mendadak di area kerja, atau iritasi kulit yang tak kunjung sembuh.
Referensi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
International Labour Organization. (2019). Safety and health at the heart of the future of work: Building on 100 years of experience. Geneva: ILO.
Blackley, D. J., Halldin, C. N., & Laney, A. S. (2018). Resurgence of a debilitating and entirely preventable respiratory disease among working coal miners. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 197(11), 1418-1424.
Centers for Disease Control and Prevention. (2018). Criteria for a recommended standard: Occupational exposure to refractory ceramic fibers. DHHS (NIOSH) Publication No. 2006-123.
European Agency for Safety and Health at Work. (2017). Expert forecast on emerging chemical risks related to occupational safety and health. Luxembourg: Publications Office of the European Union.
Hall, A. L., et al. (2019). Respiratory health among limestone quarry workers in Texas. Occupational Medicine, 69(4), 256-262.
Kumar, A., Kumar, A., M.M.S., C.-A., Chaturvedi, A. K., Shabnam, A. A., Subrahmanyam, G., … & Kumar, A. (2023). Lead toxicity: health hazards, influence on food chain, and sustainable remediation approaches. International Journal of Environmental Research and Public Health, 20(1), 27.
National Institute for Occupational Safety and Health. (2016). Health hazard evaluation report: Evaluation of silica exposure and lung function at a hydraulic fracturing site. Report No. 2012-0109- 3227.
PT Adhikriya Kualita Utama (AKUALITA) adalah Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) resmi yang menyelenggarakan pelatihan sertifikasi Ahli K3 Umum dari Kemnaker (Kementerian Ketenagakerjaan) dan sertifikasi BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi).
AKUALITA juga menyediakan layanan konsultasi K3 yang mencakup keselamatan kerja, kesehatan kerja, lingkungan kerja, serta peningkatan sistem manajemen mutu di berbagai sektor industri.