Permenaker No. 5 Tahun 2018 mewajibkan pengukuran dan pengendalian lima faktor bahaya di tempat kerja:
1. Faktor Fisika
Faktor fisika mencakup kondisi lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan atau kenyamanan fisik pekerja:
a. Pencahayaan (Illumination)
Pencahayaan yang tidak memadai adalah penyebab utama kualitas dan efisiensi kerja yang buruk. Menurut Robbins (2002), ciri-ciri pencahayaan yang baik meliputi:
- Sinar cahaya yang cukup
- Tidak berkilau dan menyilaukan
- Tidak ada kontras yang tajam
- Cahaya terang dan distribusi merata
- Warna yang sesuai dengan jenis pekerjaan
Standar: Untuk pekerjaan kantor umum: 300-500 lux; pekerjaan detail: 500-1000 lux.
Dampak jika diabaikan: Kelelahan mata, sakit kepala, kesalahan kerja, dan kecelakaan akibat visibilitas rendah.
b. Suhu Udara (Temperature)
Temperatur atau suhu udara memainkan peran penting dalam bagaimana tubuh manusia mempertahankan suhu ideal. Menurut Sukoco (2007), temperatur ideal untuk ruang kantor adalah 23- 24°C. The Liang Gie (dalam Priansa & Garnida, 2015) menyebutkan suhu nyaman bagi sebagian besar pekerja adalah 25,6°C dengan kelembaban 45%.
Berdasarkan Permenaker No. 5 Tahun 2018, NAB iklim kerja (suhu dan kelembaban) ditetapkan menurut kategori beban kerja dengan indeks suhu basah dan bola (ISBB/WBGT) sebagai berikut:
- Kerja ringan: NAB ≤ 30,0°C WBGT
- Kerja sedang: NAB ≤ 28,0°C WBGT
- Kerja berat: NAB ≤ 26,0°C WBGT
Dampak jika diabaikan: Heat stress (kelelahan panas, kram otot, heat stroke) atau hipotermia pada suhu ekstrem, penurunan konsentrasi dan produktivitas.
c. Kelembaban (Humidity)
Kelembaban adalah jumlah air yang terkandung dalam udara dan dinyatakan dalam persentase. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1077/Menkes/PER/V/2011, tingkat kelembaban yang dibutuhkan dalam ruangan adalah 40-60% RH. Kelembaban yang terlalu tinggi dapat meningkatkan beban panas, sedangkan kelembaban terlalu rendah dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan dehidrasi.
Dampak jika diabaikan: Kombinasi suhu tinggi dan kelembaban tinggi dapat menyebabkan dehidrasi, kelelahan, dan gangguan termoregulasi tubuh. Jika kelembaban rendah, pekerja lebih rentan mengalami gangguan kulit, iritasi mata, dan masalah pernapasan.
d. Sirkulasi Udara (Air Circulation)
Pertukaran udara sangat menentukan kesegaran fisik karyawan. Ruangan kerja yang sempit dengan jumlah karyawan banyak memerlukan pertukaran udara yang cukup untuk menjaga kualitas udara dan kadar oksigen.
Dampak jika diabaikan: Kantuk, pusing, penurunan konsentrasi, dan penyebaran penyakit melalui udara.
e. Kebisingan (Noise)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002, kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan. Nilai Ambang Batas (NAB) untuk pekerja dengan durasi 8 jam kerja adalah 85 dB.
Dampak jika diabaikan: Gangguan pendengaran permanen (Noise-Induced Hearing Loss/NIHL), stres, gangguan komunikasi, dan kesalahan kerja.
f. Getaran (Vibration)
Getaran dapat berupa getaran tangan-lengan (hand-arm vibration) atau getaran seluruh tubuh (whole-body vibration). NAB pajanan getaran menurut Kepmenaker No. Kep-51/MEN/1999:
- 4 jam – <8 jam: 4 m/det² (0,4 g)
- 2 jam – <4 jam: 6 m/det² (0,61 g)
- 1 jam – <2 jam: 8 m/det² (0,81 g)
- <1 jam: 12 m/det² (1,22 g)
Dampak jika diabaikan: Gangguan sirkulasi darah (Vibration White Finger), gangguan muskuloskeletal, dan gangguan neurologis.
g. Radiasi
Meliputi radiasi pengion (sinar-X, gamma) dan non-pengion (UV, inframerah, gelombang mikro, medan magnet).
Dampak jika diabaikan: Luka bakar, kerusakan jaringan, efek karsinogenik pada paparan jangka panjang.
2. Faktor Kimia
Faktor kimia berkaitan dengan bahan kimia atau senyawa berbentuk gas, uap, debu, aerosol, zat padat, atau cairan yang ada di tempat kerja.
Jenis Bahaya Kimia:
- Gas beracun (CO, H₂S, klorin, amonia)
- Debu (silika, asbes, debu kayu, debu logam)
- Uap (pelarut organik, VOC)
- Fume (uap logam dari pengelasan)
- Asam dan basa kuat (H₂SO₄, HCl, NaOH)
- Bahan kimia mudah terbakar atau meledak
Dampak jika diabaikan:
- Iritasi mata, kulit, dan saluran pernapasan
- Keracunan akut atau kronis
- Penyakit paru-paru (pneumokinosis, absestois) kerusakan organ (hati, ginjal, sistem saraf)
- Kanker pada perempuan jangka panjang
- Kebakaran atau Ledakan
Pengendalian:
- Ventilasi lokal (local exhaust ventilation)
- Sistem tertutup untuk proses berbahaya
- Substitusi bahan kimia dengan yang lebih aman
- APD (respirator, sarung tangan kimia, pelindung mata)
- Material Safety Data Sheet (MSDS) tersedia dan dipahami
- Pemantauan konsentrasi kimia secara berkala
3. Faktor Biologi
Faktor biologi mencakup mikroorganisme atau organisme hidup yang dapat menimbulkan infeksi, alergi, atau reaksi biologis negatif, seperti bakteri, virus, jamur, parasit, dan alergen biologis.
Sumber Paparan:
- Sektor kesehatan (rumah sakit, klinik, laboratorium)
- Pengolahan limbah dan sampah
- Industri makanan dan minuman Pertanian dan peternakan
- Sistem HVAC yang tidak terawat (pertumbuhan jamur)
Dampak jika diabaikan:
- Infeksi (TBC, hepatitis, HIV, COVID-19)
- Reaksi alergi dan sensitisasi
- Penyakit kulit (dermatitis)
- Gangguan pernapasan (asma, pneumonitis)
- Zoonosis (penyakit dari hewan ke manusia)
Pengendalian:
- Ventilasi dan filtrasi udara (HEPA filters)
- Prosedur penanganan limbah biohazard
- APD lengkap (masker N95/N99, sarung tangan, gown, face shield)
- Vaksinasi pekerja
- Sterilisasi dan desinfeksi rutin
- Pemantauan mikrobiologi udara dan permukaan
4. Faktor Ergonomi
Menurut Permenaker No. 5 Tahun 2018, faktor ergonomi adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga kerja, disebabkan oleh ketidaksesuaian antara fasilitas kerja (cara kerja, posisi kerja, alat kerja, beban angkat) terhadap tenaga kerja.
Potensi Bahaya Ergonomi:
- Postur tubuh janggal (membungkuk, memutar, jangkauan berlebihan)
- Gerakan berulang (repetitive motion)
- Pengangkatan beban manual melebihi kapasitas
- Desain workstation tidak sesuai antropometri
- Durasi kerja statis terlalu lama Kurangnya waktu istirahat
Dampak jika diabaikan:
- Musculoskeletal Disorders (MSDs): nyeri punggung, leher, bahu
- Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
- Tendinitis dan tenosinovitis
- Low back pain kronis
- Kelelahan otot dan sendi
- Penurunan produktivitas jangka panjang
Pengendalian:
- Redesign workstation sesuai antropometri pekerja
- Alat bantu angkat (hoist, trolley, conveyor)
- Rotasi pekerjaan untuk menghindari gerakan repetitif
- Work-rest cycle yang teratur
- Pelatihan teknik kerja yang aman
- Kursi dan meja yang adjustable
- Peregangan dan exercise di tempat kerja
5. Faktor Psikologi
Faktor psikologi meliputi aspek yang berkaitan dengan tekanan mental, beban kerja, konflik peran, dan stres organisasi yang berpengaruh terhadap kesehatan mental pekerja.
Menurut Permenaker No. 5 Tahun 2018 Pasal 24, potensi bahaya psikologi meliputi:
- Ketidakjelasan atau ketaksaan peran (role ambiguity)
- Konflik peran (role conflict)
- Beban kerja berlebih kualitatif dan kuantitatif
- Pengembangan karir yang tidak jelas
- Tanggung jawab terhadap orang lain
Dampak jika diabaikan:
- Stres kerja kronis
- Burnout (kelelahan emosional)
- Gangguan kesehatan mental (ansietas, depresi)
- Gangguan tidur (insomnia)
- Penurunan produktivitas dan motivasi
- Kesalahan kerja yang meningkat
- Konflik interpersonal
- Penyalahgunaan substansi (alkohol, obat-obatan)
- Turnover karyawan tinggi
Pengendalian:
- Program manajemen stres
- Konseling dan dukungan psikologis
- Klarifikasi peran dan tanggung jawab
- Komunikasi organisasi yang efektif
- Pengembangan karir yang transparan
- Sistem penghargaan dan pengakuan
- Work-life balance yang dijaga
- Pembagian beban kerja yang adil
- Pelatihan kepemimpinan untuk supervisor
- Budaya kerja yang positif dan suporti