Memahami Prinsip ALARP, SFAIRP, dan AFAP dalam Manajemen Risiko K3 Perusahaan
Dalam dunia kerja modern, risiko tidak bisa dihindari, tetapi dapat dikendalikan. Prinsip ALARP, SFAIRP, dan AFAP merupakan pendekatan global dalam manajemen risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Memahami perbedaan ketiganya penting agar perusahaan dapat:
Mematuhi regulasi nasional maupun internasional
Mengoptimalkan biaya pengendalian risiko
Membangun budaya K3 yang berkelanjutan
ALARP: As Low As Reasonably Practicable
Prinsip ALARP menekankan pengurangan risiko hingga tingkat serendah mungkin sepanjang masih wajar dan proporsional. Selain itu, ada beberapa aspek penting yang dipertimbangkan, seperti:
Tingkat risiko
Biaya, waktu, dan usaha untuk menguranginya
Manfaat dari pengurangan risiko tersebut
Contoh penerapan:
Memasang safety guard pada mesin cutting termasuk masuk akal
Mengganti semua lantai pabrik dengan material super mahal untuk mencegah terpeleset ringan tergolong tidak masuk akal.
Dengan demikian, ALARP bukan berarti murah, melainkan proporsional dan cost-effective.
SFAIRP: So Far As Is Reasonably Practicable
SFAIRP pada dasarnya memiliki makna yang sama dengan ALARP. Namun, ada perbedaan konteks penggunaan:
ALARP lebih sering dipakai dalam praktik manajemen K3 sehari-hari.
SFAIRP lebih banyak muncul dalam dokumen hukum di Inggris dan Australia.
AFAP: As Far As Possible
Berbeda dengan dua prinsip sebelumnya, AFAP lebih ketat karena tidak memperhitungkan biaya. Prinsip ini banyak diterapkan dalam regulasi Eropa untuk perangkat medis.
Pada ALARP, biaya masih dapat dipertimbangkan.
Pada AFAP, keselamatan harus dimaksimalkan tanpa kompromi anggaran.
Hierarki ALARP: Analogi Lampu Lalu Lintas
Untuk memudahkan, prinsip ALARP dapat dibayangkan seperti sistem lampu lalu lintas:
Zona Merah (Unacceptable): risiko tinggi, harus dikurangi tanpa kompromi.
Zona Kuning (ALARP): risiko menengah, dikurangi dengan cara yang wajar.
Zona Hijau (Broadly Acceptable): risiko rendah, cukup dipantau.
Langkah Praktis Menerapkan ALARP
Agar implementasi lebih sistematis, perusahaan dapat mengikuti lima langkah berikut:
Identifikasi bahaya, yaitu potensi cedera atau kerugian.
Lakukan penilaian risiko, di mana Risiko = Peluang × Dampak.
Kategorisasi zona, misalnya merah, kuning, atau hijau.
Terapkan kontrol risiko, mulai dari eliminasi, kemudian substitusi, dilanjutkan engineering, administratif, hingga APD.
Lakukan monitoring berkelanjutan, berupa audit dan review rutin.
Perbandingan ALARP vs SFAIRP vs AFAP
Prinsip
Pertimbangan Biaya
Konteks Hukum
Contoh Penerapan
ALARP
Ya
Umum di industri & regulasi K3
Pabrik manufaktur
SFAIRP
Ya
Lebih sering di hukum UK/Australia
Sektor konstruksi
AFAP
Tidak
Regulasi Eropa MDR
Peralatan medis
Konteks Regulasi di Indonesia
Meskipun istilah ALARP, SFAIRP, dan AFAP berasal dari standar internasional, prinsipnya sudah sejalan dengan regulasi Indonesia. Misalnya:
UU No.1 Tahun 1970 menetapkan kewajiban pengusaha mengendalikan bahaya kerja.
PP No.50 Tahun 2012 mengatur penerapan SMK3 berbasis manajemen risiko.
Permenaker No.5 Tahun 2018 menetapkan NAB (Nilai Ambang Batas) faktor bahaya di lingkungan kerja.
Oleh karena itu, penerapan ALARP tidak hanya best practice global, tetapi juga mendukung kepatuhan hukum nasional.
Tantangan di Lapangan
Penerapan prinsip ini sering menemui kendala, di antaranya:
Subjektivitas: “wajar” menurut HSE Manager bisa berbeda dengan Finance Manager.
Kesulitan kuantifikasi: mengukur manfaat yang bersifat intangible.
Perubahan standar: yang dianggap wajar tahun lalu bisa berbeda tahun ini.
Tips Sukses Implementasi
Agar penerapan berjalan efektif, perusahaan sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut:
Dokumentasi solid: catat semua alasan keputusan.
Libatkan ahli: gunakan konsultan atau Ahli K3.
Audit berkala: setidaknya satu kali setahun.
Budaya partisipatif: libatkan semua level pekerja.
Pelatihan berkelanjutan: edukasi prinsip ALARP ke seluruh karyawan.
Masa Depan ALARP
Perkembangan teknologi akan memengaruhi implementasi prinsip ALARP di masa mendatang. Beberapa tren yang dapat diprediksi antara lain:
Digitalisasi: risk assessment berbasis AI.
IoT dan sensor: monitoring risiko real-time.
Predictive analytics: prediksi risiko sebelum terjadi.
Harmonisasi global: menuju standar internasional yang konsisten.
Peran Ahli K3 Umum dan Auditor SMK3
Penerapan prinsip ALARP, SFAIRP, dan AFAP di Indonesia memerlukan tenaga kompeten yang diakui secara resmi.
Ahli K3 Umum Kemnaker: berperan merancang, mengimplementasikan, dan mengawasi sistem pengendalian risiko. Sertifikasi dikeluarkan oleh Kemnaker RI.
Auditor SMK3 Kemnaker: melakukan audit penerapan SMK3 sesuai PP No.50 Tahun 2012.
Auditor SMK3 BNSP: memberikan pengakuan kompetensi melalui standar nasional yang dapat digunakan di berbagai sektor industri.
Dengan demikian, mengikuti Pelatihan dan Sertifikasi Ahli K3 Umum Kemnaker serta Pelatihan Auditor SMK3 Kemnaker maupun Auditor SMK3 BNSP adalah langkah penting agar perusahaan memiliki tenaga ahli yang kompeten sekaligus memenuhi regulasi.
Kesimpulan
Prinsip ALARP, SFAIRP, dan AFAP adalah kerangka manajemen risiko yang membantu perusahaan menyeimbangkan keselamatan, biaya, dan kepatuhan hukum.
ALARP dan SFAIRP berarti serendah yang wajar.
AFAP berarti maksimal tanpa kompromi biaya.
Oleh karena itu, penerapan akan jauh lebih efektif jika didukung oleh Ahli K3 Umum dan diverifikasi melalui Auditor SMK3. Pada akhirnya, perusahaan tidak hanya patuh regulasi, tetapi juga membangun budaya keselamatan yang berkelanjutan.
Pelatihan & Sertifikasi Resmi
PT Adhikriya Kualita Utama sebagai PJK3 Kemnaker RI dan TUK BNSP menyediakan:
Dengan melibatkan tenaga kompeten bersertifikat, perusahaan dapat:
Memenuhi kewajiban hukum (UU No.1/1970 & PP No.50/2012)
Meningkatkan budaya K3 di seluruh lini kerja
Mendapatkan pengakuan resmi dari Kemnaker RI maupun BNSP
Referensi
European Commission. (2017). Regulation (EU) 2017/745 of the European Parliament and of the Council on medicaldevices. Official Journal of the European Union, L 117/1.
International Organization for Standardization. (2012). ISO 14971:2012 Medical devices — Application of risk management to medical devices. Geneva: ISO Publications.
European Commission. (2019). Guidance on the application of the Medical Devices Regulation (MDR). MDCG 2019-16 Rev.2. Brussels: European Commission.
European Commission. (2021). Medical Device Coordination Group Document MDCG 2021- 24: Guidance onclassification of medical devices. Brussels: European Commission.
Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA). (2021). MHRA guidance on medical device regulations. London: UK Government Publications.
Johner Institute. (2020). Risk management for medical devices according to ISO 14971:2019. Konstanz: Johner Institute GmbH.
BSI Group. (2019). PAS 11:2019 Guidance for managing medical device cybersecurity risks. London: British Standards Institution.
Fraser, K., & Robertson, A. (2022). Medical device risk management under the EU MDR: From ALARP to AFAP. Regulatory Affairs Professionals Society Journal, 15(3), 234-248.
TÜV SÜD. (2021). Medical Device Regulation (MDR): Implementation guide for manufacturers. Munich: TÜV SÜD Product Service GmbH.
European Medicines Agency (EMA). (2020). Scientific advice and protocol assistance for developers of advanced therapy medicinalproducts. Amsterdam: EMA Publications.
Notified Body Operations Group (NBOG). (2021). NBOG’s view on evidence required for the safety and performance of medical devices. NBOG BPG 2021-1.
International Medical Device Regulators Forum (IMDRF). (2020). Software as a Medical Device (SaMD): Clinical evaluation. IMDRF/SaMD WG/N55 FINAL:2020.
Food and Drug Administration (FDA). (2022). Comparisonof EUMDR and US FDA medical device regulations. Silver Spring: FDA Center for Devices and Radiological Health.
Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI). (2021). AAMI TIR12:2021 Guidance for medicaldevice manufacturers on ISO 14971 risk management. Arlington: AAMI Publications.
World Health Organization (WHO). (2021). Medical device regulations: Global overview and guiding principles. Geneva: WHO Press.
PT Adhikriya Kualita Utama (AKUALITA) adalah Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) resmi yang menyelenggarakan pelatihan sertifikasi Ahli K3 Umum dari Kemnaker (Kementerian Ketenagakerjaan) dan sertifikasi BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi).
AKUALITA juga menyediakan layanan konsultasi K3 yang mencakup keselamatan kerja, kesehatan kerja, lingkungan kerja, serta peningkatan sistem manajemen mutu di berbagai sektor industri.